Selasa, 03 Juni 2014

Dampak Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1990-2000an

1.1 Inflasi
inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.

Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

1.2 Penyebab
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.

2.1 Dampak
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun pada tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.

Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.

Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.

Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan temenyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).

Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

3.1 Pertumbuhan Ekonomi Pada 1990-2000an

Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing.

Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 1987-1997, dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997 menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Sistem legal sangat lemah, dan tidak ada cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas kebangkrutan. Aktivitas bank sangat sederhana, dengan peminjaman berdasarkan-"collateral" menyebabkan perluasan dan pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan hambatan ekspor seluruhnya menciptakan gangguan ekonomi.

Krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir 1997 dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Respon pertama Indonesia terhadap masalah ini adalah menaikkan tingkat suku bunga domestik untuk mengendalikan naiknya inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya. Pada Oktober 1997, Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai merusak, antara lain Program Permobilan Nasional dan monopoli, yang melibatkan anggota keluarga Presiden Soeharto. Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998.

Pasca Suharto
Di bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J Habibie. Presiden Gus Dur yang terpilih sebagai presiden pada Oktober 1999 kemudian memperpanjang program tersebut.

Pada 2010 Ekonomi Indonesia sangat stabil dan tumbuh pesat. PDB bisa dipastikan melebihin Rp 6300 Trilyun meningkat lebih dari 100 kali lipat dibanding PDB tahun 1980. Setelah India dan China, Indonesia adalah negara dengan ekonomi yang tumbuh paling cepat di antara 20 negara anggota Industri ekonomi terbesar didunia G20.

Ini adalah tabel PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia dari tahun ke tahun oleh IMF dalam juta rupiah.

Tahun       PDB                  % Pertumbuhan/tahun
(bunga majemuk)
1980        60,143.191      
1985        112,969.792      13.5
1990        233,013.290        15.5
1995      502,249.558          16.6
2000               1,389,769.700          22.6
2005               2,678,664.096          14.0
2010               6,422,918.230        19.1

Catatan: Data di atas disajikan dalam rupiah, oleh karena itu pertumbuhan yang tampaknya pesat itu sangat dipengaruhi oleh pelemahan rupiah terhadap mata uang yang lebih stabil, misalnya US Dollar. Pertumbuhan sesungguhnya, misalnya daya beli masyarakat akan jauh lebih kecil, bahkan mungkin negatif.

Kajian Pengeluaran Publik
Sejak krisis keuangan Asia pada akhir tahun 1990-an, yang memiliki andil atas jatuhnya rezim Suharto pada bulan Mei 1998, keuangan publik Indonesia telah mengalami transformasi besar. Krisis keuangan tersebut menyebabkan kontraksi ekonomi yang sangat besar dan penurunan yang sejalan dalam pengeluaran publik. Tidak mengherankan utang dan subsidi meningkat secara drastis, sementara belanja pembangunan dikurangi secara tajam.

Saat ini, satu dekade kemudian, Indonesia telah keluar dari krisis dan berada dalam situasi dimana sekali lagi negara ini mempunyai sumber daya keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Perubahan ini terjadi karena kebijakan makroekonomi yang berhati-hati, dan yang paling penting defisit anggaran yang sangat rendah. Juga cara pemerintah membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui "perubahan besar" desentralisasi tahun 2001 yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah beralih ke pemerintah daerah pada tahun 2006. Hal lain yang sama pentingnya, pada tahun 2005, harga minyak internasional yang terus meningkat menyebabkan subsidi minyak domestik Indonesia tidak bisa dikontrol, mengancam stabilitas makroekonomi yang telah susah payah dicapai. Walaupun terdapat risiko politik bahwa kenaikan harga minyak yang tinggi akan mendorong tingkat inflasi menjadi lebih besar, pemerintah mengambil keputusan yang berani untuk memotong subsidi minyak.

Keputusan tersebut memberikan US$10 miliar  tambahan untuk pengeluaran bagi program pembangunan. Sementara itu, pada tahun 2006 tambahan US$5 miliar  telah tersedia berkat kombinasi dari peningkatan pendapatan yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil secara keseluruhan dan penurunan pembayaran utang, sisa dari krisis ekonomi. Ini berarti pada tahun 2006 pemerintah mempunyai US$15 miliar ekstra untuk dibelanjakan pada program pembangunan. Negara ini belum mengalami 'ruang fiskal' yang demikian besar sejak peningkatan pendapatan yang dialami ketika terjadi lonjakan minyak pada pertengahan tahun 1970an. Akan tetapi, perbedaan yang utama adalah peningkatan pendapatan yang besar dari minyak tahun 1970-an semata-mata hanya merupakan keberuntungan keuangan yang tak terduga. Sebaliknya, ruang fiskal saat ini tercapai sebagai hasil langsung dari keputusan kebijakan pemerintah yang hati hati dan tepat.

Walaupun demikian, sementara Indonesia telah mendapatkan kemajuan yang luar biasa dalam menyediakan sumber keuangan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan, dan situasi ini dipersiapkan untuk terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, subsidi tetap merupakan beban besar pada anggaran pemerintah. Walaupun terdapat pengurangan subsidi pada tahun 2005, total subsidi masih sekitar US$ 10 miliar  dari belanja pemerintah tahun 2006 atau sebesar 15 persen dari anggaran total.

Berkat keputusan pemerintahan Habibie (Mei 1998 - Agustus 2001) untuk mendesentralisasikan wewenang pada pemerintah daerah pada tahun 2001, bagian besar dari belanja pemerintah yang meningkat disalurkan melalui pemerintah daerah. Hasilnya pemerintah propinsi dan kabupaten di Indonesia sekarang membelanjakan 37 persen  dari total dana publik, yang mencerminkan tingkat desentralisasi fiskal yang bahkan lebih tinggi daripada rata-rata OECD.

Dengan tingkat desentralisasi di Indonesia saat ini dan ruang fiskal yang kini tersedia, pemerintah Indonesia mempunyai kesempatan unik untuk memperbaiki pelayanan publiknya yang terabaikan. Jika dikelola dengan hati-hati, hal tersebut memungkinkan daerah-daerah tertinggal di bagian timur Indonesia untuk mengejar daerah-daerah lain di Indonesia yang lebih maju dalam hal indikator sosial. Hal ini juga memungkinkan masyarakat Indonesia untuk fokus ke generasi berikutnya dalam melakukan perubahan, seperti meningkatkan kualitas layanan publik dan penyediaan infrastruktur seperti yang ditargetkan. Karena itu, alokasi dana publik yang tepat dan pengelolaan yang hati-hati dari dana tersebut pada saat mereka dialokasikan telah menjadi isu utama untuk belanja publik di Indonesia kedepannya.

Sebagai contoh, sementara anggaran pendidikan telah mencapai 17.2 persen dari total belanja publik- mendapatkan alokasi tertinggi dibandingkan sektor lain dan mengambil sekitar 3.9 persen dari PDB pada tahun 2006, dibandingkan dengan hanya 2.0 persen dari PDB pada tahun 2001 - sebaliknya total belanja kesehatan publik masih dibawah 1.0 persen dari PDB . Sementara itu, investasi infrastruktur publik masih belum sepenuhnya pulih dari titik terendah pasca krisis dan masih pada tingkat 3.4 persen dari PDB . Satu bidang lain yang menjadi perhatian saat ini adalah tingkat pengeluaran untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sebesar 15 persen pada tahun 2006 , menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas sumber daya publik.


Daftar Pustaka
Id.m.wikipedia.org/wiki/inflasi
Id.m.wikipedia.org/wiki/ekonomi_indonesia
Google.com

Sabtu, 26 April 2014

Tugas Softskill 2 Akuntansi Internasional

NAMA           : Karyudha Jaya Kaban
NPM               : 23210852
KELAS          : 4EB18
1. ADOPSI POLA PSAK DI INDONESIA
1.a  PEMBAHASAN
Pada era globalisasi sekarang ini, perkembangan ekonomi semakin pesat sehingga mempengaruhi bidang akuntansi dalam menyajikan pelaporan keuangan. Dalam menyajikan laporan keuangan yang relevan, akurat dan transparan harus sesuai dengan peraturan atau standar yang berlaku umum. Indonesia menerapkan standar yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan yang disusun oleh IAI yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Standar ini merupakan kumpulan dari berbagai standar Akuntansi di dunia dan telah disesuaikan untuk digunakan di Indonesia. Praktik akuntansi di setiap negara berbeda-beda, ini dikarenakan adanya pengaruh lingkungan, ekonomi, sosial dan politis di masing-masing negara tersebut. Adanya tuntutan globalisasi atau tuntutan untuk menyamakan persepsi akuntansi di setiap negara mengakibatkan munculnya Standar Akuntansi Internasional yang lebih dikenal dengan IFRS (International Financial Reporting Standards). Ini bertujuan untuk memudahkan proses rekonsiliasi bisnis dalam bisnis lintas negara.
1.a.1   PEMAHAMAN PSAK
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan pedoman dalam melakukan praktek akuntansi dimana uraian materi di dalamnya mencakup hampir semua aspek yang berkaitan dengan akuntansi, yang dalam penyusunannya melibatkan sekumpulan orang dengan kemampuan dalam bidang akuntansi yang tergabung dalam suatu lembaga yang dinamakan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).  Dengan kata lain, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) adalah buku petunjuk bagi pelaku akuntansi yang berisi pedoman tentang segala hal yang ada hubungannya dengan akuntansi.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) mencakup konvensi, peraturan dan prosedur yang sudah disusun dan disahkan oleh lembaga resmi (standard setting body) pada saat tertentu.
1.a.2  PEMAHAMAN STANDARISASI
Standarisasi merupakan penentuan ukuran yang harus diikuti dalam memproduksikan sesuatu, sedang pembuatan banyaknya macam ukuran barang yang akan diproduksikan merupakan usaha simplifikasi. Standardisasi adalah proses pembentukan standar teknis , yang bisa menjadi standar spesifikasi , standar cara uji , standar definisi , prosedur standar (atau praktik), dll. Standardisasi tidak mengakomodasi perbedaan-perbedaan antar negara, oleh karena itu sulit diimplementasikan secara internasional. Adanya tuntutan globalisasi atau tuntutan untuk menyamakan persepsi akuntansi di setiap negara mengakibatkan munculnya Standar Akuntansi Internasional yang lebih dikenal dengan IFRS (International Financial Reporting Standards). 
1.a.3 Pemahaman Harmonisasi
Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan kompatibilitas (kesesuaian) praktik akuntansi dengan menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik-praktik tersebut dapat beragam. Harmonisasi akuntansi mencakup harmonisasi:
1.      Standar Akuntansi (yang berkaitan dengan pengukuran dan pengungkapan)
2.      Pengungkapan yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan publik terkait dengan penawaran surat berharga dan pencatatan pada bursa efek
3.      Standar audit Survei Harmonisasi Internasional 
1.a.4    PEMAHAMAN KONVERGENSI
Konvergensi (convergence) artinya adalah pemusatan, sehingga konvergensi dapat diartikan sebagai dua hal/benda atau lebih bertemu dan bersatu dalam suatu titik. Konvergensi standar akan menghapus perbedaan antara standar suatu Negara dengan standar yang berlaku secara internasional, secara perlahan-lahan dan bertahap. Konvergensi standar akuntansi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan harmonisasi, adaptasi dan adopsi.
Berikut ini adalah 3 tahapan dalam melakukan konvergensi IFRS di Indonesia, yaitu:
1.      Tahap Adopsi (2008-2011)
2.      Tahap Persiapan Akhir (2011)
3.      Tahap Implementasi (2012)
1.b Ruang Lingkup
Penggunaan PSAK telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan asuransi di Indonesia. Bapepam-LK menerbitkan PSAK hasil konvergensi dengan standar akuntansi internasional. Pada PSAK tersebut perusahaan asuransi nantinya mencatat laporan keuangan dengan membedakan transaksi premi murni dengan premi asuransi. Standar akuntansi yang mengatur perusahaan asuransi adalah PSAK 28 dan PSAK 36. IAI juga menerapkan PSAK 62 yaitu tentang Kontrak Akuntansi yang mengadopsi IFRS 4, dan mulai efektif digunakan pada tahun 2012.
Berikut ini penggunaan PSAK pada perusahaan asuransi di Indonesia yang efektif sejak tanggal 1 Januari 2012:
ATURAN
KETERANGAN
PSAK 28
Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian
PSAK 36
Akuntansi Kontrak Asuransi Jiwa
PSAK 62
Kontrak Asuransi
 Sebelum konvergensi, PSAK 28 yaitu tentang Asuransi Keuangan kemudian pada revisi 2011, PSAK 28 menjadi tentang Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian. PSAK 36 tentang asuransi jiwa di revisi pada 2011 menjadi tentang Akuntansi Kontrak Asuransi Jiwa dan PSAK 62 yakni tentang Kontrak Asuransi sesuai IFRS 4 fase I.
1.c Kesimpulan
Dari hasil review ini dapat disimpulkan bahwa pada perusahaan asuransi di Indonesia, PSAK yang digunakan adalah PSAK 28, PSAK 36, dan PSAK 62 yang telah mengacu kepada IFRS 4 phase I dan II. Tanggal 1 januari 2012 IAI mengadopsi penuh IFRS ke PSAK, yaitu setelah PSAK mengalami revisi demi revisi menuju IFRS. Namun pada tanggal 1 Januari 2013, masih ditemukan beberapa perbedaan antara IFRS dengan PSAK untuk annual report. Revisi untuk PSAK 28 dan PSAK 36 banyak menghapus paragraf-paragraf yang bersifat rule based serupa dengan aturan-aturan yang berlaku.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini pola PSAK di Indonesia masih mengacu kepada IFRS, yang artinya penerapan adopsi IFRS belum mengadopsi sepenuhnya atau belum dilakukan secara utuh terhadap standar pelaporan keuangan di Indonesia.
Berikut berbagai sumber dan informasi yang saya dapatkan :
http://kristinataliaa.blogspot.com/2014/04/adopsi-pola-psak-di-indonesia.html
http://sistem-akuntansi1000.blogspot.com/2012/09/pengertian-standar-akuntansi-keuangan.html
http://alvenrofarelly.blogspot.com/2013/03/pengertian-standarisasi.html
http://liautami.wordpress.com/2014/04/22/adopsi-pola-psak-di-indonesia/
http://yendyzone.blogspot.com/2014_04_01_archive.html
http://farahriza-farahriza.blogspot.com/2014_04_01_archive.html

Selasa, 25 Maret 2014

Akuntansi Internasional

 Bab I 
Sejarah Akuntansi Internasional

Definisi
Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa, yang fungsinya menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan tentang entitas ekonomi yang dimaksudkan agar berguna dalam mengambil keputusan.
Sedangkan Akuntansi Internasional adalah akuntansi untuk transaksi internasional, perbandingan prinsip akuntansi antarnegara yang berbeda dan harmonisasi berbagai standar akuntansi dalam bidang kewenangan pajak, auditing dan bidang akuntansi lainnya.

Akuntansi diperkenalkan pertama kali di Italia pada abad 14 dan 15. Pada saat itu akuntansi dilakukan dengan melakukan double entry bookkeeping (sistem pembukuan berpasangan).Akuntansi moderen dimulai sejak double entry accounting ditemukan dan digunakan didalam kegiatan bisnis yaitu sistem pencatatan berganda (double entry bookkeeping) yang diperkenalkan oleh Luca Pacioli (th 1447). Luca Pacioli lahir di Italia tahun 1447, dia bukan akuntan tetapi pendeta yang ahli matematika, dan pengajar pada beberapa universitas terkemuka di Italia. Lucalah orang yang pertama sekali mempublikasikan prinsip-prinsip dasar double accounting system dalam bukunya berjudul : Summa the arithmetica geometria proportioni et proportionalita di tahun 1494. Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa prinsip dasar double accounting system bukanlah ide murni Luca namun dia hanya merangkum praktek akuntansi yang berlangsung pada saat itu dan mempublikasikannya. Hal ini diakui sendiri oleh Luca (Radebaugh, 1998) “Pacioli did not claim that his ideas were original, just that he was the one who was trying to organize and publish them. He objective was to publish a popular book that could be used by all, following the influence of the venetian businessmen rather than bankers”. Praktek bisnis dengan metode venetian yang menjadi acuan Luca menulis buku tersebut telah menjadi metode yang diadopsi tidak hanya di Italia namun hampir disemua negara eropah seperti Jerman, Belanda, Inggris.
“ Pembukuan ala Italia “ kemudian beralih ke Jerman untuk membantu para pedagang zaman Fugger dan kelompok Hanseatik. Pada saat bersamaan filsuf bisnis Belanda mempertajam cara menghitung pendapatan periodic dan pemerintah Perancis menerapkan keseluruhan sistem dalam perencanaan dan akuntabilitas pemerintah.
Tahun 1850-an double entry bookkeeping mencapai Kepulauan Inggris yang menyebabkan tumbuhnya masyarakat akuntansi dan profesi akuntansi publik yang terorganisasi di Skotlandia dan Inggris tahun 1870-an. Praktik akuntansi Inggris menyebar ke seluruh Amerika Utara dan seluruh wilayah persemakmuran Inggris. Selain itu model akuntansi Belanda diekspor antara lain ke Indonesia, Sistem akuntansi Perancis di Polinesia dan wilayah-wilayah Afrika dibawah pemerintahan Perancis. Kerangka pelaporan sistem Jerman berpengaruh di Jepang, Swedia, dan Kekaisaran Rusia.
Paruh Pertama abad 20, seiring tumbuhnya kekuatan ekonomi Amerika Serikat, kerumitan masalah akuntansi muncul bersamaan. Kemudian Akuntansi diakui sebagai suatu disiplin ilmu akademi tersendiri. Setelah Perang Dunia II, pengaruh Akuntansi semakin terasa di Dunia Barat.
Pendidikan Akuntansi di Indonesia
Sebelum dikeluarkannya UU No. 34/1954 tentang gelar Akuntan, semua orang dapat menyatakan dirinya selaku akuntan dan memakao gelar akuntan. Dulu, orang yang lulusan dari fakultas Ekonomi Universitas Negeri gelarnya selain SE, mereka langsung dapat gelar Akt atau akuntan. Nah, bonus gelar ini jadi masalah bisa dikatakan membuat iri lulusan dari universitas swasta yang statusnya tidak disamakan.Jadi, karena hal tersebut sekarang yang ingin mendapatkan gelar akuntan harus mengikuti pendidikan profesi akuntansi selama satu tahun dan mengikuti ujian yang diadakan oleh IAI.
Dalam rangka meningkatkan penguasaan akuntansi terhadap pengetahuan dan kompetensi teknis di bidang akuntansi, dan untuk menyongsong keterbukaan dalam era perdagangan bebas, maka IAI dengan dukungan Departemen Keuangan RI menyelenggarakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP), dengan tujuan untuk menguji kemampuan akuntan untuk berpraktik sebagai Akuntan Publik.

Sumber :
http://cescbergas.blogspot.com/2013/04/sejarah-perkembangan-akuntansi.html
http://yulileaeysn.blogspot.com/2013/03/akuntansi-international-bab-i.html

Nama : Karyudha Jaya Kaban
NPM : 23210852
Kelas : 4EB18